https://mediakita.co.id/wali-kota-banjarbaru-gratiskan-buku-pelajaran
Oleh MEDIAKITA.CO.IDJUMAT, 21 MEI 2021, 13:25
Ilustrasi seorang siswi membaca buku pelajaran. Foto – Istimewa
MEDIAKITA. CO.ID – Seluruh sekolah tingkat dasar hingga menengah pertama, baik negeri maupun swasta di Kota Banjarbaru resmi dilarang untuk melanjutkan praktik jual beli buku pendamping berupa buku Lembar Kerja Siswa (LKS), buku pengayaan, maupun modul pembelajaran kepada orang tua siswa.
Keputusan itu termuat dalam surat edaran dengan Nomor: 421.3 / 0698 / PSP / Disdik tentang Larangan Pengadaan Buku Pendamping yang ditayangkan kepada seluruh Kepala SD dan SMP tertanggal 19 Mei 2021.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru, Muhammad Aswan mengungkapkan sebelumnya buku pendamping LKS Idaman (Inspirasi Dalam Proses Belajar Mandiri) yang disusun oleh persatuan kepala sekolah, kemudian dicetak melalui pihak ketiga untuk kembali diperjualbelikan kepada siswa oleh masing-masing sekolah.
“Ada keluhan dan dukungan dari orang tua murid. Arahan dari Wali Kota kita hentikan, evaluasi dulu, ”beber Aswan kepada Jurnalis Mediakita.co.id, Jum’at (21/5/21) pagi.
Setelah buku LKS Idaman, Pilihan Disdik Banjarbaru akan menggantinya dengan buku baru yang isi bahan pembelajaran masih sama seperti sebelumnya. Buku yang bersifat pengayaan tersebut akan merangkum dari buku wajib maupun tematik yang selama ini sudah berjalan.
“Penggantinya yang dicetakkan oleh Pemerintah Daerah, rencananya seperti itu,” ucapnya.
Sementara Wali Kota Banjarbaru, Aditya Mufti Ariffin menyatakan sebagai daerah yang berjuluk Kota Pendidikan, sudah selayaknya memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat untuk mengenyam bangku sekolah tanpa harus terbebani masalah biaya.
“Pendidikan yang murah tapi berkualitas. Pendidikan yang mudah diakses bagi masyarakat, dan jangan sampai masyarakat merasa terbebani dengan adanya LKS atau pengayaan tersebut, ”terangnya saat ditemui Mediakita.co.id.
Hak melarang seluruh sekolah untuk mengadakan praktik jual beli buku yang diterbitkannya bekerja sama dengan pihak ketiga.
Contoh buku pendamping atau LKS Idaman yang diperjualbelikan sekolah-sekolah di Banjarbaru. Foto – Dok Mediakita.co.id
Pelarangan itu juga telah diajukan kepada Diknas (Pendidikan Nasional). Sebagai sekolah, Pemkot Banjarbaru akan menyiapkan buku yang sama dengan menyerap dana Anggaran Pendapatan Belanja dan Daerah (APBD) tahun mendatang.
“Kita akan menganggarkan melalui APBD buku-buku tersebut. Sehingga bisa digratiskan kepada siswa-siswi kita di Kota Banjarbaru, ”jelas Aditya.
Lebih jauh kata Aditya, pelarangan itu dasari banyaknya keluhan yang berkaitan dengan praktik jual beli buku yang memang sudah sering sampai ke telinganya. Bahkan, sebelum Dia resmi dikenal sebagai Wali Kota Banjarbaru periode 2021 – 2024.
Dia berharap, larangan yang dilakukan Pemkot Banjarbaru sedikit banyaknya akan mengurangi beban orang tua murid, serta menjadi semangat bagi seluruh pelajar agar terus menorehkan prestasi dan mengharumkan nama Kota Idaman.
“Bukan hal yang wajib LKS itu, makanya kita larang. Semoga dengan pelarangan tersebut akan mengurangi beban orang tua ataupun wali murid, ”tuntas Wali Kota Banjarbaru.
Dalam surat edaran yang diterima Mediakita.co.id, mengacu pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan teks bahwa buku pelajaran yang digunakan di sekolah terdiri dari buku teks utama (wajib), buku pendamping, buku non teks pelajaran, dan buku muatan lokal yang didasarkan pada urgensi dan prioritas.
Secara rinci, buku teks utama disediakan masing-masing sekolah yang menggunakan dana BOS Reguler, sedangkan buku non teks pelajaran atau buku muatan lokal dapat memakai sumber dana yang sama. Dengan catatan, buku teks utama harus lebih dulu terpenuhi.
Berikutnya dalam surat yang ditandatangani oleh Kadisdik Banjarbaru itu menyatakan bahwa kritik dan keluhan dari masyarakat, baik yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung.
Informasi yang dilayangkan para tua siswa / wali murid di Kota Banjarbaru, termasuk:
– Siswa setiap semester harus membeli satu set buku LKS Idaman;
– Buku pengayaan Idaman tidak dapat digunakan oleh adik-adiknya di tahun berikutnya;
– Buku pengayaan Idaman hanya digunakan di Banjarbaru;
– Keluarga yang tidak mampu membantu membeli buku pengayaan;
– Harga buku yang dirasakan terlalu mahal. (hns / tim)